LAPORAN MINI RISET
TRADISI MITONI / TUJUH BULANAN KEHAMILAN
DAN MAKAM KYAI SETRO PAWIRO DI DAERAH WERU SUKOHARJO
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam
dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.Si
Disusun oleh:
Muhammad Abdul Aziz (123411073)
Muhammad Abdul Aziz (123411073)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Kebudayaan adalah salah satu kekayaan dan ciri khas yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Banyak warisan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
yaitu terutama pada tradisi masyarakat Jawa. Mitoni atau tingkepan adalah salah
satu upacara 7 bulanan kehamilan yang dilakukan pada masyarakat Jawa umumnya.
Ada berbagai macam pacara mitoni yang ada dan setiap daerah di Jawa memiliki
persamaan dan perbedaan dalam tradisi mitoni tersebut, serta memiliki ciri khas
tersendiri dalam melaksanakan budaya mitoni yang secara turun-menurun
diwariskan oleh nenek moyang pada jaman dahulu. Tradisi ini merupakan khasanah
budaya yang harus dilestarikan.
Salah satu tradisi yang masih dipercaya oleh masyarakat Jawa yaitu
adanya keberadaan sebuah makam (pepunden) yang mereka anggap memiliki daya
magis atau menganggap makam tersebut adalah makam keramat. Hal ini disebabkan
karena mereka sangat menghormati para leluhur yang dulu semasa hidupnya
memiliki peran penting di daerahnya tersebut. Pada kesempatan kali ini penulis
akan meniliti sebuah makam yang berada di desa Namengan, Weru, Sukoharjo yaitu
makam Kyai Setro Pawiro seorang Jagabaya.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud Mitoni?
2. Bagaimana tata cara pelaksanaan upacara mitoni
di daerah Weru Sukoharjo?
3.
Bagaimanakah nilai-nilai Islam yang terkandung
dalam tradisi budaya Jawa motoni?
4.
Bagaimana sejarah makam (pepunden) Kyai Setro
Pawiro di desa Namengan Weru?
III.
KONDISI LAPANGAN
1.
Pengertian Mitoni
Salah
satu tradisi setelah kehamilan berusia sekitar tujuh bulan, yaitu ketika
kandungan dirasakan berbobot dan berbeban, maka diadakan upacara yang biasa
disebut mitoni atau tingkepan. Dalam upacara mitoni disamping bersedekah
juga diisi pembacaan doa dengan harapan si bayi dalam kandungan diberikan
keselamatan.
2.
Tata Cara Mitoni di Daerah Weru
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 November
2015 bertempat di rumah Mbah Samiyem. Saya memulai penelitian dengan cara
wawancara secara langsung dengan mbah Samiyem yaitu seorang sesepuh desa Weru.
Menurut beliau, ada beberapa tahapan / rangkaian upacara mitoni dan
tradisi mitoni ini merupakan tradisi yang sebagian besar masih
dilaksanakan oleh masyarakat di daerah Weru khususnya. Adapun tahapan atau
bagian dalam tradisi mitoni adalah sebagai berikut:
a) Sungkeman
Sungkeman merupakan tahapan pertama dalam upacara mitoni.
Dalam rangkaian proses ini yaitu si calon ibu meminta doa restu kepada kedua
orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses kehamilan supaya diberikan
keselamatan sampai bayi lahir dan kelak menjadi anak yang berbakti kepada kedua
orang tua dan berbudi luhur.
b) Siraman
Dalam tahapan ini ibu hamil harus membersihkan dirinya
yaitu dengan air yang dicampur dengan beberapa bunga / kembang setaman
seperti bunga mawar, kanthil, dan melati. Pelaksanaan upacara ini pertama
dimandikan / disyarati oleh orang tua si calon ibu hamil. Setiap siraman
dilakukan sebanyak tiga kali oleh bapak dan ibunya setelah itu dilanjutkan
dengan mandi sendiri. Setelah siraman si calon ibu dipakaikan kain 7 warna yang
melambangkan sifat-sifat baik yang dibawa oleh si jabang bayi dalam kandungan.
c) Pantes-pantes
Dalam acara pantes – pantes ini calon ibu
dipakaikan kain dan kebaya 7 macam. Kain lurik yang pertama sampai yang keenam
merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Ibu- ibu yang hadir
saat ditanya apakah si calon ibu pantas menggunakan busana tersebut. Mereka
memberikan jawaban : dereng pantes (belum pantas). Pada kain lurik
yang ketujuh dengan motif sederhana. Ibu-ibu yang hadir menjawab : pantes (pantas).
d) Pecah Degan
Dalam memecah degan yaitu dengan pisau yang besar supaya
dapat terkelupas dalam satu kali. Rangkian prose ini mempunyai makna agar dalam
melahirkan diberikan kemudahan
e) Sesaji
Makanan yang disajikan dalam prosesi ini adalah ayam
panggang dan tumpeng. Dari sesaji tersebut selanjutnya dibuat rebutan oleh
bapak dan ibu calon bayi.
f) Luluran
Luluran merupakan tahapan terakhir dalam tradisi mitoni.
Dalam prosesi luluran yaitu si calon ibu meluluri dirinya sendiri dengan wedak
tujuh rupa warna.
3. Kandungan yang terdapat antara nilai-nilai Islam dan budaya Jawa dalam
tradisi mitoni.
Tradisi
mitoni merupakan salah satu peninggalan budaya. Mitoni yang dilaksanakan untuk
memperingati tujuh bulanan seorang ibu hamil tentu memiliki makna di dalam
setiap prosesinya. Adapun nilai – nilai Islam yang terkandung dalam tradisi
mitoni ialah sebagai berikut:
a. Prosesi Sungkeman yaitu meminta doa restu kepada kedua orang tua
agar didoakan sehingga diberikan kelancaran dan mempunyai anak yang sholeh atau
sholelah. Dalam al-Qur’an dan al hadis telah memerintahkan untuk meminta doa
restu kepada orang tua, sebab ridho orang tua adalah ridho Allah juga
b. Prosesi siraman mempunyai arti kandungan Islam yaitu mensucikan diri
dari hal-hal yang kotor
c. Pecah degan juga melambangkan atas permohonan kepada Allah supaya diberikan
kemudahan dalam melahirkan
d. Dalam tradisi mitoni ada juga tahapan yaitu sesaji yang mempunyai makna
ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerah yang diberikan yaitu berupa
kehamilan yang sudah menginjak tujuh bulan.
4. Sejarah Makam Kyai Setro Pawiro di Desa Namengan Sukoharjo
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28
November 2015 yang dimulai dengan wawancara salah satu anak kandung Kyai Setro
Pawiro, beliau adalah mbah Samiyem. Menurutnya, makam atau pepunden mbah Setro
Pawiro merupakan satu-satunya makam yang dikeramatkan oleh para penduduk di
daerah Weru. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari jasa Kyai Setro Pawiro semasa
hidupnya yaitu bertugas sebagai penjaga desa atau jagabaya. Beliau merupakan
orang yang berkewajiban untuk menjaga desa Weru dari marabahaya baik itu dari
manusia ataupun hewan. Sosok kyai Setro Pawiro merupakan seorang yang sangat
disegani dan dihormati pada waktu itu. Sampai sekarang cungkup /
rumah-rumahan yang ada di makam Kyai Setro Pawiro tidak ada satupun berani
membongkarnya.
IV.
ANALISA LAPANGAN
Menurut hasil wawancara pada tanggal 27
November 2015 dengan mbah Samiyem bahwa tradisi mitoni adalah salah satu
upacara yang masih dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat di daerah Weru
khususnya. Tradisi mitoni ini tentu memiliki perbedaan antara tradisi mitoni
yang ada di daerah lain yaitu dalam tata cara atau tahapan yang ada. Namun,
tradisi mitoni ini lambat laun semakin ditinggalkan pada era modern sekarang
ini. Perlu adanya tindakan untuk melestarikan agar budaya tersebut tidak hilang
termakan oleh zaman, sebab tradisi mitoni memiliki makna-makna Islam yang
terkandung.
V.
KESIMPULAN
Mitoni yaitu salah satu peninggalan tradisi budaya yang
ada di Jawa Tengah. Mitoni sendiri merupakan tradisi atau upacara yang
dilaksanakan pada tujuh bulan kehamilan. Di daerah Weru tradisi mitoni memiliki
beberapa tahapan dalam pelaksanaannya yaitu mulai dari sungkeman, siraman,
pantes-pantes, pecah degan, sesaji, dan luluran. Setiap prosesi ini memiliki
makna yang terkandung yaitu nilai-nilai Islam mulai dari rasa syukur kepada
Allah SWT atas kehamilan yang menginjak tujuh bulan, meminta doa restu kepada
kedua orang tua, dan meminta kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam melahirkan.
Makam atau
pepunden yang ada di daerah Weru merupakan salah satu makam yang oleh
masyarakat setempat dianggap keramat. Pemahaman tersebut bermula karena makam
tersebut adalah makam seorang yang memiliki jasa besar dan tokoh yang disegani
di daerah tersebut.
LAMPIRAN:
Transkrip wawancara tradisi mitoni
Penulis :
Assalamualaikum, mbah Samiyem saya mau tanya tradisi mitoni yang ada di desa
Weru ini bagaimana mbah?
Mbah Samiyem :
Tradisi mitoni yang ada di desa Weru masih berjalan. Sebagian masyarakat masih melaksanakan
tradisi tersebut.
Penulis :
Lalu, bagaimana rangkaian proses pelaksanaan upacara mitoni tersebut?
Mbah Samiyem :
1.
Proses yang pertama yaitu Sungkeman tata
caranya si calon ibu meminta doa restu kepada orangtuanya. Dia meminta untuk
didoakan supaya diberikan oleh Allah kelancaran dalam melahirkan dan si bayi
kelak menjadi anak yang sholeh atau sholehah.
2. Proses yang kedua yaitu siraman dengan si calon ibu membersihkan diri
dengan dengan air dan dicampur bunga mawar, kanthil, melati (kembang setaman)
untuk pertama dimandikan atau disyarati oleh orang tua dan selanjutnya
dilanjutkan dengan mandi sendiri
3. Proses yang ketiga yaitu pantes-pantes. Proses ini si calon ibu memakai
kain lurik sampai 7 kali yang kemudian oleh para ibu undangan yang hadir dengan
bilang sampai pantas kain yang dipakai yaitu sampai kain ke 7. Kain lurik yang
pertama sampai yang keenam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan
kebesaran.
4. Proses yang keempat yaitu pecah degan dan memecah degan pisau yang besar.
Dalam tahapan ini artinya supaya diberikan kemudahan dalam melahirkan
5. Proses yang kelima yaitu sesaji dengan makanan ayam panggang dan tumpeng.
Habis itu dibuat rebutan oleh si calon orang tua.
6.
Proses yang keenam yaitu memberi luluran.
Dalam proses luluran si calon ibu meluluri dirinya sendiri dengan wedak 7 rupa.
Mempunyai arti bahwa supaya si calon bayi lahir dalam waktu 9 bulan dengan
selamat.
Penulis :
Terima kasih mbah atas wawancara beberapa prosesi tradisi mitoni di desa Weru
ini mbah.
Mbah Samiyem : Ya mas. Sama-sama . Semoga bermanfaat ya
mas.
Transkrip
wawancara makam kyai Setro Pawiro
Penulis :
Bagaimana sejarah makam mbah kyai Setro Pawiro di desa Namengan?
Mbah Samiyem : Sejarahnya makam Kyai Setro Pawiro dulu
adalah orang yang sangat dihormati dan disegani. Beliau dulu adalah seorang
Jagabaya atau penjaga desa Weru dari segala marabahaya. Pada zaman dahulu
banyak sekali gangguan dari hewan, manusia (perampok) atau hewan jadi-jadian
Penulis : Bagaimana makam Kyai Setro Pawiro bisa
dikeramatkan oleh warga sekitar
Mbah
Samiyem : Sebab makam mbah Kyai Setro Pawiro adalah
makam yang telah berjasa terhadap desa sini dan tidak ada yang berani bongkar
cungkup mbah Setro itu.
Penulis : Makasih mbah atas infonya.
Minta maaf menggangu waktu istirahatnya
Mbah
Samiyem : ndak apa-apa mas.
Nggih sami-sami.
Foto Mbah Samiyem
0 komentar:
Posting Komentar